By Kelompok Semut Jingga

By Kelompok Semut Jingga

Krisis Negara Yunani


Yunani adalah negara yang terletak di bagian selatan dari semenanjung Balkan. Negara ini merupakan salah satu pelopor munculnya peradaban barat dan merupakan tempat kelahiran dari demokrasi. Negara yang penduduknya berjumlah sekitar 11 juta jiwa merupakan negara dengan GDP sebesar $343 miliar yang merefleksikan negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-27. Dengan menduduki peringkat ke-22 dalam standar hidup, Yunani dikategorikan sebagai negara maju (developed country). Pada tahun 1981, Yunani memutuskan untuk masuk ke dalam European Communities yang merupakan cikal bakal dari Uni Eropa.
                                                            

Krisis Yunani
Ketika Yunani bergabung dengan Uni Eropa dan mengganti mata uangnya dengan euro tahun 2001, keadaan ekonomi negara ini diprediksi akan terus tumbuh dan diikuti oleh ledakan ekonomi. Namun prediksi ini seketika berubah ketika krisis keuangan menerpa tahun 2008. 

Kala itu, semua negara di Eropa mengalami resesi, namun karena Yunani merupakan salah satu negara yang paling miskin dengan hutang bertumpuk, negara itu yang paling menderita dan merasakan dampaknya. 

Dikutip dari Vox, jika saja Yunani tidak bergabung dengan euro, negara ini diperkirakan dapat meningkatkan ekonomi dengan lebih banyak mencetak mata uangnya, drachma. Hal ini akan menurunkan nilai drachma di pasar internasional, membuat ekspor lebih kompetitif Yunani. 

Langkah ini juga diperkirakan akan menurunkan suku bunga domestik, mendorong investasi domestik dan mempermudah Yunani melunasi hutang mereka.

Namun, Yunani memutuskan untuk berbagi kebijakan moneter dengan seluruh Eropa. Bank Sentral Eropa yang didominasi Jerman meluncurkan kebijakan moneter Eropa yang tepat bagi Jerman, namun di satu sisi memperburuk ekonomi Yunani. 

Yunani memiliki beban utang yang sangat besar, mencapai 177 persen dari produk domestik bruto, atau PDB, membuat negara ini sulit mengumpulkan uang yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran utang.

Selama lima tahun terakhir, Yunani melakukan negosiasi dengan Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa, dan Dana Moneter Internasional terkait bantuan keuangan untuk mengatasi beban utang mereka. Ketiga lembaga ini dikenal dengan sebutan "troika". Sejak 2010, Troika memberikan pinjaman kepada Yunani dengan syarat penaikan pajak dan pemotongan belanja. 

Namun, Yunani tak juga mampu menyelamatkan kondisi finansialnya. Keadaan ini berujung pada kegagalan Yunani untuk membayar utang sebesar US$1,7 miliar kepada Dana Moneter Internasional, atau IMF, dengan tenggat waktu yang ditentukan, yaitu Selasa (30/6), menjadikan Yunani sebagai negara maju pertama yang gagal membayar utang dan hanya hidup dari uang pinjaman untuk sementara waktu.

 Sesaat sebelum dinyatakan default, atau gagal bayar utang, Yunani kembali meminta dana talangan dari Eropa. Ini merupakan upaya di ujung keputusasaan, para pemimpin keuangan Eropa berjanji akan mengadakan pertemuan untuk mempertimbangkannya. 

Meski demikian, kecil kemungkinan dana talangan lainnya tersebut akan terjadi. Seorang pejabat menyatakan kepada CNN, bahwa upaya penyelamatan itu kemungkinan besar memerlukan syarat yang lebih ketat dari syarat yang telah diberikan Uni Eropa dan ditolak oleh Yunani, yaitu pengurangan dana pensiun dan peningkatan pajak. 

Efek Krisis Yunani
Akibat krisis Yunani, terdapat penurunan tajam di pasar keuangan global pada Senin (29/6). Para investor disarankan untuk menunggu perkembangan lebih lanjut dari krisis ini. Namun pada Selasa (30/)6, pasar keuangan kembali telah kembali stabil. 

Sebagian besar utang Yunani berasal bukan dari bank swasta, melainkan dari lembaga besar Eropa dan negara-negara zona euro lainnya. Hal ini dilakukan agar jika Yunani gagal membayarnya, sistem finansial dunia tidak terlalu terguncang.
Terkait hal ini, Kanselir Jerman, Angela Merkel, menyatakan bahwa "pintu dialog masih terbuka" pada Selasa (29/6). Meski demikian, dialog akan sangat bergantung kepada referendum yang akan digelar pada 5 Juli mendatang.

Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras mengumumkan referendum, meminta rakyat Yunani untuk memutuskan nasib mereka sendiri terkait dana talangan ini. Jika rakyat Yunani memilih "Tidak," maka mereka menolak paket dana talangan dengan segala syarat yang menyertainya.

Kekacauan diperkirakan akan terjadi dan Yunani harus mencari cara untuk kembali menggunakan mata uang drachma dan meninggalkan euro.

Sementara, jika rakyat memilih "Ya", ini akan menunjukkan keinginan rakyat Yunani untuk tetap berada di zona euro.

Selain kepada IMF, Yunani juga memiliki tenggat pembayaran utang besar lainnya kepada Bank Sentral Eropa pada 20 Juli mendatang.

Hingga kini, seluruh bank di Yunani masih ditutup untuk mencegah warga menarik semua uang mereka di bank, karena bank-bank di Yunani tidak akan sanggup mengeluarkan begitu banyak uang tunai. Penarikan harian di bank terbatas sampai 60 euro atau sekitar Rp887 ribu.

Dapat dikatakan, Yunani kini tengah mengalami masa depresi, dengan situasi perekonomian yang jatuh sebanyak seperempatnya dalam beberapa tahun terakhir. Tingkat pengangguran di negara ini pun melonjak menjadi di atas 25 persen.

Penanggulangan yang dilakukan Yunani
Negara-negara European Union sepakat untuk memberikan bantuan terhadap Yunani. Walaupun belum disebutkan, diperkirakan jumlah paket bantuan adalah sekitar sebesar $26.8 miliar. Mengingat adanya moral hazard, European Union memutuskan tidak mencairkan bantuan sebelum Yunani membenahi policy fiskalnya. Pemerintah Yunani telah mengimplementasikan ’austerity measures’ dengan target pemotongan defisit fiskal sebesar 10% dari GDP. Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Yunani adalah:
  • Menaikkan pajak BBM, tembakau, dan alkohol
  • Menaikkan usia pensiun menjadi dua tahun lebih lama
  • Memotong gaji pegawai negeri. Hal ini berkaitan dengan besarnya proporsi gaji pegawai negeri yang mencapai 25% dari belanja negara.
  • Memperketat regulasi perpajakan




Previous
Next Post »